Kamis, 12 Desember 2013

Cermat Membeli Daging Ayam Kampung Berkualitas


MEMBEDAKAN AYAM KAMPUNG ASLI DAN "SUPER"

Oleh: Awistaros A. Sakti
12 Desember 2013

Beredar di pasaran daging ayam yang diklaim sebagai daging ayam kampung. Penjual menyadari, bahwa daging ayam tersebut bukanlah daging ayam kampung asli. Oleh karenanya mereka menyematkan istilah daging ayam kampung "super"

Sesuai dengan namanya, ayam kampung "super" diklaim mempunyai kemampuan produksi (pertumbuhan) yang lebih singkat dibanding ayam kampung asli. Klaim ini dapat dibenarkan dari sisi fakta pertumbuhan berat badan yang mampu mencapai bobot sekitar 1 kg pada usia 7 minggu pemeliharaan. Namun, perlu dicermati penggunaan istilah "super" di sini.
Gambar 1. Perbedaan fisik ayam kampung asli (hitam) dengan ayam kampung “super” (kuning)
Foto: dokumentasi pribadi

Ayam kampung "super" yang banyak beredar di pasaran adalah ayam hasil persilangan betina ayam ras petelur (layer) dengan penjantan ayam kampung asli. Anakan hasil persilangan mampu menutupi gen resesif ayam kampung asli yang memiliki produktifitas rendah. Jika kita membesarkan ayam kampung asli untuk tujuan ayam pedaging, membutuhkan waktu setidaknya 3-4 bulan untuk mencapai bobot 1 kg. Berbeda dengan ayam kampung “super” yang hanya membutuhkan waktu paling lama 2 bulan. Mungkin dari sinilah awal mula penyebutan “super” bagi ayam kampung silangan tersebut.

Bagaimana Kualitasnya?
Secara kualitas, daging ayam kampung silangan ini memang bisa dengan jelas dibedakan dengan ayam kampung asli, terutama dari segi keempukan dan citarasa khas serat dagingnya. Ayam kampung “super” belum mampu menandingi kelezatan daging ayam kampung asli. Tetapi masalah taste ini tampaknya tidak lagi menjadi prioritas utama bagi pecinta kuliner berbahan dasar daging ayam kampung. Asal masih “sedikit” alot dan gurih di beberapa ruas persendian daging, dan ditempelnya tulisan “Ayam Kampung” di depan gerai makan, maka konsumen sudah cukup menerima keadaan itu. Permintaan daging ayam kampung pun luar biasa meningkat dari waktu ke waktu. Ditambah lagi belum optimalnya hasil penelitian para pembibit yang benar-benar menggunakan ilmu genetika untuk menghasilkan ayam kampung yang benar-benar galur murni ayam kampung asli, tetapi mempunyai keunggulan performa produksi. Maka pantas saja jika masyarakat menggunakan jalan pintas untuk meningkatkan hasil panen ayam kampung mereka, dengan persilangan tersebut di atas.




Ayam ras petelur (layer) merupakan ayam final stock hasil pemuliaan ayam yang dilakukan para ahli dengan metode genetik yang benar. Ayam final stock merupakan ayam generasi terakhir, yang mempunyai kualitas genetik paling tinggi di antara ayam pendahulunya. Ayam final stock (seperti juga halnya ayam broiler/pedaging), tidak boleh dikawinsilangkan lagi dengan ayam galur murni, seperti ayam kampung, karena akan menimbulkan efek negatif seperti:
1.      Menurunkan kualitas genetik anakan hasil persilangan (dalam kasus ini dari segi kualitas daging).
2.      Anakan hasil persilangan jika dikembangbiakkan akan menurunkan lagi anakan dengan kualitas yang semakin lama semakin buruk.
3.      Jika dilakukan dalam waktu yang lama, maka akan menyebabkan menipisnya populasi ayam kampung dengan genetis asli.
4.      Merusak kelestarian plasma nutfah Indonesia.

Maka, sungguh bijak apabila para pembibit yang sudah terlanjur mengembangkan ayam kampung “super” ini, untuk mulai melakukan riset tentang ayam kampung super yang berasal dari persilangan sesama ayam kampung bibit unggul. Hal ini agar didapatkan kualitas yang lebih baik dan tetap dapat menjaga kelestarian genetik ayam kampung asli Indonesia. Memang, mengembangkan ayam kampung kualitas unggul sesuai ilmu genetika yang benar membutuhkan waktu dan modal yang tidak sedikit. Dikembangkannya ayam Kampung Unggul Balitnak (KUB) oleh pemerintah melalui Kementerian Pertanian diharapkan mampu menjadi solusi bagi industri ayam kampung di negeri ini, agar ayam kampung kebanggan kita mampu menjadi tuan rumah di negerinya sendiri.
Awistaros A. Sakti, 2013